Senin, 06 Mei 2013

Terpilihnya Ketua Umum KAMMI Komsat Lubuklinggau Periode 2013-2014





Musyawarah Komisariat VII Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) Komisariat AL Qassam Lubuklinggau dan Musi Rawas. yang dilaksanakan pada hari ahad, 5 Mei 2013. dimulai sekitar pukul 09.30 WIB bertempat di Aula Akper Depkes Lubuklinggau.
Musyarawah Komisariat VII KAMMI Komsat Alqasam dhadiri oleh seluruh Kader KAMMI ALQAssam Lubuklinggau dan Musi Rawas, turut hadir pula segenap tamu undangan, Walikota Lubuklinggau yang dalam hal ini diwakili oleh Asisten 2 Bapak Ansori Naib, dan perwakilan dari Badan Eksekutif Mahasiswa Kampus-Kampus yang berada di lingkungan kota Lubuklinggau dan Kabupaten Musi Rawas. 
Musyawarah Komisariat VII atau yang sering disingkat MUSKOM VII KAMMI Komisariat AlQassam merupakan langkah Awal dalam upaya pemilihan Pemimpin yang menjadi Penggerak baru serta memiliki semngt yang baru dalam menggerakan KAMMI Komsat AlQassam ini kedepannya.


Dalam Kata Sambutannya, Walikota Lubuklinggau SN. Prana Putra Sohe yang diwakili oleh Asisten 2 Bapak Ansori Naib mengatakan bahwa "sebagai generasi muslim sudah seharusnya mampu menghimbau serta mengajak sesama untuk berbuat baik berdasarkan dengan syariah Islam, Dahulu saya selaku Mahasiswapun tidak ketinggalan untuk mengikuti organisasi sampai saya tamat sekolah dan hal tersebut tetap berlanjut hingga saya berada di dunia luar sekolah, organisasi yang saya geluti yakni KNPI, pada umur 35 tahun menjadi anggota DPRD pada tahun 1992 saya dicalonkan untuk menjadi anggota legislatif, satu point yang saya dapati adalah Jika Kita berbuat baik maka Tuhan akan meridhoiNya, memulai itu sulit tapi dngan berjalannya waktu akan terasa lebih mudah,"
dan muskom dibuka secara Resmi oleh Asisten 2 Walikota bapak Ansori Naib. tepat pada pukul 10.10 WIB. 



Dalam Kata Sambutannya Ketua KAMMI Komsat Al Qassam Lubuklinggau dan Musi Rawas periode 2012-2013 Hansein Arif Wijaya menyampaikan bahwa KAMMI, merupakan Media kita sebagai Mahasiswa untuk bersama-sama bergerak dalam medan Dakwah diantara beratus bahkan beribu mahasiswa yang berada di lingkungan sekitar, untuk mengajak dan bergerak bersama dalam upaya perbaikan generasi masa depan bangsa, terkhusus kota kita tercinta Lubuklinggau dan Kabupaten Musi Rawas, semoga dikepengurusan selanjutnya didpatkan gebrakan-gebrakan baru dan optimal para kader dakwah, Mahsiswa. dalam hal ini juga Hansein Arif Wijaya menyampaikan wacana akan pemekaran KAMMI Komsat AlQassam Lubuklinggau dan Musi Rawas, menjadi KAMMI Komsat Alqassam Lubuklinggau dan KAMMI Komsat Musi Rawas yang akan dibahas pada musyawarah komisariat Al Qassam. hal tersebut dimaksudkan untuk Memfokuskan gerak langkah KAMMI pada wilayahnya masing-masing, sehingga kedepan didapatkan regenarasi pemuda yang makin giat membangun bangsa. 
Musyawarah KOmisariat VII KAMMI Komsat Al Qassam terbagi menjadi 3 tahapan sidang Pleno yang berjalan mulai pukul 11.00 wib sampai dengan pukul 17.45 WIB,
DAri Hasil Musyawarah Komisariat VII (Muskom VII) KAMMI Komisariat AlQassam Lubuklinggau dan Musi Rawas didapatkan hasil keputusan bersama, maka terpilihlah Akhina Ridu Novriansyah sebagai Ketua Umum KAMMI AlQassam Lubuklinggau periode 2013-2014, dan Akhina Ilham Syahril Sebagai Ketua Umum KAMMI Komsat Musi Rawas Periode 2013-2014. "Jalan ini masih panjang kawan. mari lakukan amanah ini sebaik-baiknya, bekerja sama" sahut KEtua Umum terpilih Akh Ridu Novriansyah pada kata sambutannya. 

Rabu, 01 Mei 2013

"Celoteh Abang Hansein Arif Wijaya on HARI PENDIDIKAN NASIONAL"


"Celoteh Abang Hansein Arif Wijaya 

on HARI PENDIDIKAN NASIONAL" 

Rasa nya tak cukup waktu 3 tahun berpindah2 Mengajar di sekolah dalam rangka merasakan atmosfir keberlangsungan sekolah yang di usung negara ini, lalu kemudian ku lanjutkan penelitan 1 bulan full bagimana motivasi belajar anak Bangsa ini di kota ku.

Terlalu di kotakan dengan keterbatasan kemampuan para guru Indonesia, dan tak mau memulai kerja besar ini sebagai kolektif kerja antar lintas generasi...., ohhhh sayang nya guru ku!!!

Bagaimana juga pabrik pencetak para guru Bangsa ini mulai kehilangan Karakter dalam mencetak sang guru itu!!!
"Pasti berdampak pada apa yang akan di hasilkan di sekolah yang akan ia ajar kelak...."

dan pada akhir nya saya harus katakan:
Guru harus berani duduk sejajar dengan profesi lain dengan tetap selalu memikirkan apa yang akan dilakukan hari esok demi usahanya membudayakan dan memberdayakan anak didik sebagai gold transfusi ilmu dan akhlak yang baik. Tanpa harus terkontaminasi yang namanya eyang "Sertifikasi" etos kerja haruslah tetap terjaga. Harus berani tampil beda, protect terhadap virus malas belajar, virus erosi idealisme, virus rutinitas dan virus kurang percaya diri. Kalau virus ini tidak menyerang, akan muncul perpaduan antara work, leisure, dan learning. Dan akan diikuti oleh nilai-nilai yang lain.

Selamat Buat para pembangun karakter pendidikan di negri ini!!!




Hasein Arif Wijaya
Ketum Komsat KAMMI AlQassam 2012-2013
Lebih dekat dengan beliau, add fbny http://www.facebook.com/hansein

Selasa, 30 April 2013

Musyawarah Komisariat (MUSKOM) VII KAMMI Komisariat Al Qassam Lubuklinggau & Musi Rawas

Assalamu'alaikum warahmatullahiwabarakatuh.
Bismillahirahmanirrahim..

Allah lah sang Pemilik Cinta dan Kasih sayang di muka bumi ini, dengan ridho dan izinNya insyaAllah KAMMI Komisariat Al Qassam Lubuklinggau Musi Rawas, akan melaksanakan Musyawarah Komisariat yang ke VII, Ahad 5 Mei 2013 di Aula Akper Depkes Lubuklinggau.
Shalawat serta Salam Senantiasa kita sampaikan kepada Kekasih Allah, Manusia Paling dirindukan di Muka Bumi Allah, Nabi Muhammad saw, aamiin.
Diwacanakan, pokus muskom tahun ini adalah tetap berupaya memilih dan menetapkan kepengurusan satu tahun kedepan KAMMI AlQassam agar terjadi peningkatkan yang cepat dan berkualitas dalam hal pengembangan kualitas dan kuantitas kader di daerah Lubuklinggau dan Musi Rawas khususnya.
untuk itu, menfokusan kinerja KAMMI Al Qassam Lubuklinggau dan Musi Rawas, tahun ini rencananya akan dipecah atau dimekarkan menjadi 2 Komisariat dan satu Arahan  KAMMI Daerah Sumatera Selatan (KAMMDA) Sumsel. pemekaran tersebut menjadi KAMMI Komsat AlQassam Lubuklinggau, dan KAMMI Komsat Musi Rawas, untuk nama yang khusus dari Komsat Musi Rawas tersebut, rencanya akan dibahas pada agenda Muskom tersebut. 
semua ini adalah upaya langkah awal KAMMI di Lubuklinggau dan Musi Rawas, untuk meningkatkan gerak langkah maju dalam upaya perbaikan peradaban bangsa, yang dimulai dari diri PEMUDA, MAHASISWA !!!

Semoga Allah Swt, senantiasa meridhoi apa yang kami upayakan, mohon doanya kepada ikhwah fillah semua, agar mendapatkan hasil yang terbaik. insyaAllah.
adapun gambaran sementara bakal calon Ketum KAMMI AlQossam untuk wilayah Lubuklinggau, dan Musi Rawas merupakan mereka-mereka yang diajukan untuk meneruskan estafet dakwah ini ke depannya.


Selasa, 05 Maret 2013

Dari Dakwah Agama Hingga Memimpin Negara


Fase dakwah dan fase Negara masing-masing memiliki karakteristik dan fikih tersendiri. Dengan izin Allah Ta’ala, kita telah menyaksikan satu gerakan dakwah berhasil sampai ke istana negara. Namun, dakwah adalah tugas para pengikut Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam sampai akhir zaman, karenanya ia tidak berhenti begitu aktivis berhasil memegang tampuk pemerintahan.  Tiba saatnya, dakwah yang dulunya berjalan sendiri, kini berdampingan dengan otoritas dan kekuatan untuk berpartisipasi dalam rekonstruksi dan pembangunan bangsa.
  • Plus 4.000 artikel Islami, 6.000 kitab, serta nasyid walimah & jihad.
    digitalhuda.com/?f1
  • Peluang Usaha Sambil Ibadah, Perwakilan Biro Umrah-Haji Plus dan Raih Reward Ratusan Juta Rupiah.
    www.rumahhajidanumrah.com
  • Pusat Belanja Buku Islam Online Lengkap Dan Murni.
    tokopedia.com/tokobukumuslim
  • Film Rasulullah Muhammad SAW, Umar bin Khattab, Nabi Yusuf, Konspirasi Dajjal Akhir Zaman.
    rubystore.wordpress.com/
Proses transisi dari dakwah kepada negara terjadi begitu cepat, bak perahu yang melaju kencang dihembus angin.  Laju yang terlalu cepat terkadang menghilangkan koherensi dan keseimbangan kita. Abdurrahman Ibn Auf radhiyallahu ‘anhu mengilustrasikan kondisi ini dalam ungkapannya: “Kami diuji dengan kesusahan tapi kami dapat bersabar, kemudian kami diuji dengan kesenangan, namun kami tidak dapat bersabar.”(1)
Selama berdakwah, biasanya ikatan batin seorang hamba kepada Rabb-nya sangatlah kuat. Kesadarannya cukup tinggi, dan selalu mengembalikan semua urusan kepada-Nya. Para da’i mempunyai aktivitas rutin du’at yang mulia, seperti belajar dan mengajar, memberi nasehat dan bimbingan kepada manusia. Berdiam diri di masjid, seraya memaksimalkan ibadah.  Hatinya lembut, dipenuhi rasa ukhuwah, dan cinta karena Allah.
Perjalanan dakwah semakin indah, manakala seorang hamba ditimpa musibah, yang membuatnya lebih tunduk dan merendah diri di hadapan Allah. Doa dari hati yang pedih dan jiwa penuh luka senantiasa terhatur  ke haribaan  Sang Pencipta. Sepertiga malam terakhir adalah momen terindah, yang sepi lagi syahdu, menambah  rasa tenang dan dekat kepada Allah Yang Maha Pengasih. Hingga luka dan pedih hati yang sudah mencapai puncaknya, terobati dengan munajat kepada-Nya. Seperti halnya yang terjadi pada saudara-saudara Nabi Yusuf alaihis salam, saat mereka meminta bantuan dengan penuh harap:
{مَسَّنَا وَأَهْلَنَا الضُّرُّ وَجِئْنَا بِبِضَاعَةٍ مُّزْجَاةٍ فَأَوْفِ لَنَا الْكَيْلَ وَتَصَدَّقْ عَلَيْنَا} [يوسف: ٨٨]
“Hai Al Aziz, kami dan keluarga kami ditimpa kesengsaraan, dan kami datang membawa barang-barang yang tak berharga, maka sempurnakanlah sukatan untuk kami, dan bersedekahlah kepada kami. “(QS. Yusuf: 88)
Inilah puncak ketergantungan kepada Allah. Maka Allah menurunkan penawar bagi mereka dengan hembusan rahmat-Nya dan keluasan maghfirah-Nya, sebab Allah Maha mengetahui apa yang menimpa mereka:
{وَاللَّهُ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ شَهِيدٌ} [البروج: 9]
“ Allah Maha Menyaksikan segala sesuatu.” (QS. Al Buruj: 9)
Maka, Dia hapus segala luka dan duka mereka:
{فَعَلِمَ مَا فِي قُلُوبِهِمْ فَأَنزَلَ السَّكِينَةَ عَلَيْهِمْ} [الفتح: 18]
“Maka Allah mengetahui apa yang ada di dalam hati mereka lalu menurunkan ketenangan atas mereka.” (QS. Al Fath: 18)
Allahu akbar. Alangkah indahnya saat-saat itu, momen pembersihan  hati dari segala keburukan dan kesusahan duniawi. Memutuskan semua hubungan kepada sesama makhluk, menuju ikatan erat kepada Allah yang Maha Esa dan Perkasa. Dan sungguh jauh perbedaan antara keduanya:
{مَا يَفْتَحِ اللَّهُ لِلنَّاسِ مِن رَّحْمَةٍ فَلا مُمْسِكَ لَهَا} [فاطر: ٢]
“Apa saja yang Allah anugerahkan kepada manusia berupa rahmat, maka tidak ada seorangpun yang dapat menahannya.” (QS. Faathir: 2)
Anda dapat bayangkan proses transisi  dahsyat tersebut, yang  membawa seorang hamba ke suasana baru dengan nuansa berbeda. Hanya  manusia berjiwa besar dan mulialah  yang mampu bertahan di hadapannya. Yaitu  mereka yang jiwanya dekat  dan terikat dengan Dzat yang ada di langit, sementara jasadnya masih di dunia. Maka, ketika mereka sampai pada tampuk kekuasaan, jiwanya tetap kosisten dengan kondisi saat berdakwah yang pernah dihiasi berbagai musibah dan cobaan.
Lihatlah Umar Ibn Khattab radhiyallahu ‘anhu, saat ia berbicara menghardik dirinya: “Umar Ibn Khattab? Seorang Amirul mukminin? Demi Allah, kau harus taat kepada Allah, jika tidak, Allah pasti mengazabmu. Duhai, andai saja ibu Umar tidak melahirkan Umar.”
Beliau juga berkata: “Sungguh aku berharap keluar dari dunia dengan bersih, tanpa salah dan dosa.” (2)
Ketika ajal hampir menjemputnya, ia berkata kepada Abdullah putranya: “Letakkanlah wajahku di atas tanah…”, kemudian dia berkata: “Celakalah aku, jika Allah tidak mengampuniku.” (3)
Ketika Amirul Mukminin Ali ibn Abi Thalib berada di mihrabnya, dengan penuh gelisah sambil memegangi jenggotnya ia berkata: “Wahai dunia, godalah orang lain, apakah kau tidak puas menggangguku? Ketahuilah, aku telah ceraikan engkau tiga kali, dan takkan pernah rujuk lagi. Usiamu pendek, dan ancamanmu sangat hina.” (4)
Maslamah Ibn Abdul Malik bercerita, aku menemui Umar Ibn Abdul Aziz saat beliau sakit. Aku melihat pakaiannya kotor dan usang, maka aku berkata kepada Fathimah istrinya: “mengapa kalian tidak mencuci pakaian amirul mukminin?” Fathimah menjawab, “demi Allah, dia tidak punya pakaian selainnya.” Kemudian beliau menangis, dan Fathimah ikut menangis, lalu seluruh isi rumah ikut menangis. Setelah tangisnya berhenti, Fathimah bertanya, “apa gerangan yang membuat Anda menangis?”  Maka beliau menjawab, “aku mengingat saat manusia kelak berkumpul di hadapan Allah :
{فَرِيقٌ فِي الْـجَنَّةِ وَفَرِيقٌ فِي السَّعِيرِ} [الشورى: ٧]
“Segolongan masuk surga dan segolongan masuk neraka”. (QS. Asy Syura’: 7)
Dan aku tidak tahu, termasuk golongan yang manakah aku?” (5)
Inilah alumni madrasah nabawiyah, mereka dididik dan dibentuk di dalamnya. Madrasah yang mengajarkan ketergantungan pada akhirat dan menjauhi dunia. Mereka menempatkan dunia pada posisi sebenarnya, hingga saat sampai pada kekuasaan, jiwanya tetap bersih dan konsisten.
Umar telah menceritakan kepada kita, bagaimana Rasulullah mendidiknya agar jangan tergiur dengan kenikmatan dan perhiasan dunia. Beliau bercerita:
Suatu hari aku bertamu ke rumah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, dan beliau sedang berbaring di atas tikar. Aku kemudian duduk, Rasulullah memperbaiki sarung beliau, dan hanya itu yang beliau kenakan. Aku melihat bekas tikar di lambung/rusuk beliau, tanpa sengaja aku melihat laci milik beliau, di dalamnya hanya terdapat segenggam gandum, dan ada sepotong kulit yang belum disamak tergantung di sudut rumah. Maka aku pun menangis, hingga mengundang tanya beliau, “Apa yang membuatmu menangis wahai Ibn Khattab?” Aku menjawab, “Wahai Rasulullah, bagaimana aku tidak menangis, sedangkan aku melihat bekas tikar di punggungmu, dan kendi makananmu kosong. Sungguh Kisra (raja Persia.) dan Kaisar (raja Romawi) berada dalam kemegahannya, sementara engkau adalah utusan Allah.” Beliau menjawab, “Wahai Ibn Khattab, tidakkah engkau ridha mereka mendapatkan dunia sedangkan kita mendapatkan akhirat?” (6)
Dalam riwayat lain, Rasulullah bersabda: “Apakah engkau ditimpa keraguan wahai Umar? Mereka adalah kaum yang  seluruh kesenangannya disegerakan di dunia.”  Dan Rasulullah wafat, sementara baju besinya tergadai pada seorang Yahudi.
Semua itu adalah isyarat bagi para da’i, manakala mereka memegang wewenang mengatur negara. Seakan berpesan: Ketahuilah, kalian tidak akan berhasil hingga kalian tetap mengingat Allah dan konsisten di atas syari’at-Nya dalam setiap aktivitas. Bergantunglah dan bertakwalah kepada Allah dalam diri dan semua urusanmu.  Hendaklah hatimu hidup untuk akhirat, meski jasadmu hidup di dunia, dan janganlah kalian lupakan ayat ini:
{عَسَى رَبُّكُمْ أَن يُهْلِكَ عَدُوَّكُمْ وَيَسْتَخْلِفَكُمْ فِي الأَرْضِ فَيَنظُرَ كَيْفَ تَعْمَلُونَ} [الأعراف: 1٢9]
“Mudah-mudahan Allah membinasakan musuhmu dan menjadikan kamu khafilah di bumi(Nya), maka Allah akan melihat bagaimana perbuatanmu.” (QS. Al A’raf:129)
Ya, niscaya Allah akan melihat bagaimana perbuatanmu!

Ketika Ujian Datang


Dalam kehidupan di dunia ini memang setiap orang diberikan sebuah ujian. Ujian setiap orang tidak selalu sama dengan ujian yang diberikan kepada sahabat dekat kita, pasti ujian yang Allah berikan itu berbeda-beda karena Allah sudah mampu melihat batas kemampuan diri kita masing-masing. Yang perlu diperhatikan adalah bagaimana cara kita dalam menyikapi ujian itu, baik ujian yang kecil ataupun besar, ujian yang bersifat bahagia ataupun sedih. Dan pastinya setiap ujian yang datang kepada kita harus kita atasi dengan sikap sabar. Dan menurut Allah SWT ujian itu dikelompokkan menjadi dua yaitu ujian kebahagiaan dan ujian kesedihan.
Tapi terkadang ujian kebahagiaan itu kita selalu melupakan Allah atas nikmat-nikmat yang sudah Allah berikan kepada kita, contoh sederhananya adalah kesehatan kita, terkadang kita sering tidak bersyukur dengan kondisi yang sehat ini dengan upaya kita yang masih bermalas-malasan dalam beribadah misalnya. Dan ujian kesedihan itu terkadang mendekati kita pada kesulitan yang sering kita hadapi. Namun kita sebagai umat Islam mestinya untuk tetap selalu survive dengan ujian tadi baik bahagia atau sedih, dan lengkapi dengan rasa sabar karena dengan sabar Allah selalu memudahkan hambaNya.
Dengan segala firmanNya yang Maha Benar. Allah memberikan suatu keterangan bahwa di dalam ujian atau kesulitan yang kita hadapi itu pasti Allah akan memudahkan. Dapat di lihat dalam surah Al-Insyirah ayat 5-6 “ Maka sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan,” Sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan” dan surah Al-Insyirah ayat 8 “ dan hanya kepada Tuhanmulah engkau berharap”. Maka yakinlah kita pada Allah bahwa setiap ujian di dunia ini pasti ada jalan keluarnyaJadi buat apa kita galau, sedih, kecewa, toh semua ujian itu berawal dari Allah dan semestinya kita pun kembalikan segala urusan dan ujian kita kepada Allah saja. Karena Allah juga akan memudahkan semua perkaranya.
Mungkin dalam hidup kita pernah bertanya seperti ini:
Manusia bertanya: “Kenapa aku diuji?”
Al-Quran pun menjawab: “Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: “Kami Telah beriman”, sedang mereka tidak diuji lagi?” (QS. Al-Ankabuut: 2). “Dan Sesungguhnya kami Telah menguji orang-orang yang sebelum mereka, Maka Sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan Sesungguhnya dia mengetahui orang-orang yang dusta” (QS. Al-Ankabuut: 3).
Manusia bertanya lagi: ”Kenapa aku tidak diuji saja dengan hal-hal yang baik?”
Al-Quran menjawab:“…boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak Mengetahui.” (QS. Al-Baqarah: 216).
Manusia bertanya:“Kenapa aku diberi ujian seberat ini?”
Al-Quran menjawab: “Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya…”(QS. Al-Baqarah: 286)
Manusia bertanya:“Bolehkah aku frustrasi?”
Al-Quran menjawab: “Janganlah kamu bersikap lemah, dan janganlah (pula) kamu bersedih hati, padahal kamulah orang-orang yang paling Tinggi (derajatnya), jika kamu orang-orang yang beriman.” (QS. Ali Imraan: 139)
Manusia bertanya: ”Bolehkah aku berputus asa?”
Al-Quran menjawab: “…dan jangan kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya tiada berputus asa dari rahmat Allah, melainkan kaum yang kafir.” (QS. Yusuf: 87)
Manusia bertanya: “Bagaimana cara menghadapi ujian hidup ini?”
Al-Quran menjawab: “Hai orang-orang yang beriman, Bersabarlah kamu dan kuatkanlah kesabaranmu dan tetaplah bersiap siaga (di perbatasan negerimu) dan bertaqwalah kepada Allah, supaya kamu beruntung.” (QS. Ali Imraan : 200) “Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu. Dan Sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyu’.” (QS Al-Baqarah: 45)
Manusia Bertanya:“Bagaimana menguatkan hatiku?”
Al-Quran Menjawab:  “…Cukuplah Allah bagiKu; tidak ada Tuhan selain Dia. Hanya kepada-Nya Aku bertawakkal...” (QS Taubah: 129)
Manusia bertanya: ”Apa yang kudapat dari semua ujian ini?”
Al-Quran menjawab:  ”Sesungguhnya Allah Telah membeli dari orang-orang mukmin diri dan harta mereka dengan memberikan surga untuk mereka...” (QS. At-Taubah: 111)
Dan kalau kita perhatikan pada saat mentadabburi Al-Qur’an yang merupakan pedoman hidup kita bahwa banyak sekali ayat-ayat Allah yang menjelaskan dan memperintahkan kita tentunya untuk selalu BERSABAR. Jadi intinya kawan, setiap ujian hidup yang kita hadapi atau alami, harus dilakukan dengan sikap rasa bersabar dan tenang. Oya sebagaimana sabda Nabi SAW mengatakan juga bahwa:
“Menakjubkan urusan seorang mu’min, jika ia mendapatkan nikmat maka ia bersyukur dan syukur itu sangat baik baginya. Dan jika ia ditimpa musibah maka ia bersabar dan sabar itu sangat baik baginya“. (HR. Muslim & Tirmidzi)
Semoga tulisan ini bermanfaat untuk saya pribadi dan berusaha untuk tetap sabar dalam menyikapi sebuah ujian hidup ini dan juga pembaca semoga diberikan pencerahan dan motivasi dalam menyikapi ujian hidupnya masing-masing. Semangat!!


Sumber: http://www.dakwatuna.com/2013/02/28199/ketika-ujian-datang/#ixzz2MipXqVtO 
Follow us: @dakwatuna on Twitter | dakwatunacom on Facebook

Ketenangan


Kalaulah jalannya begitu panjang, tak akan ada yang mampu menempuhnya kecuali bagi orang yang berani. Bagi mereka jauhnya perjalanan bukanlah masalah selagi keberanian masih terus terhujam dalam hatinya. Seperti ungkapan bung Anis Matta, keberanian adalah semangat ekspansi bagi para pejuang. Jika keberanian adalah denyut nadi perjuangan maka kesabaran adalah nafasnya. Karena kesabaran merupakan faktor penentu seberapa lama pejuang itu mampu bertahan dalam perjuangannya. Lain halnya dengan keberanian, kesabaran adalah sikap defensif atau bertahan bagi pejuang untuk bisa menghadapi tantangan demi tantangan sebuah perjalanan.
Namun, antara keberanian dan kesabaran ada satu celah besar yang mesti ada untuk menghubungkannya. Keinginan untuk terus berjuang sampai pada penghujung jalan dan kesadaran untuk bertahan menghadapi segala tantangan mesti dihubungkan dengan yang namanya ketenangan. Karena ketenangan adalah suasana penyeimbang antara keinginan untuk meraih mimpi dengan sulitnya realita yang dihadapi.
Tentu tidak masalah bagi pejuang, jika dalam perjalanan itu belum ditemui aral yang merintang. Yang jadi permasalahan adalah ketika pejuang itu dituntut untuk bersabar menghadapi tekanan hidup. Suasana bertahan seperti ini adalah suasana yang sangat sulit untuk kembali bangkit meraih sifat keberanian yang sudah ada dalam dirinya. Suasana di mana butuh waktu yang lama untuk memulihkan semangat. Kadang, ada saja riak-riak kecil yang menerpa menghentikan langkah yang sudah jauh dijajaki. Nah di sinilah ketenangan ini menjadi solusinya.
Ketenangan adalah kondisi di mana seseorang mampu menyegarkan kembali impian dan cita-cita yang menjadi tujuan. Mereka yang tidak tenang cenderung melupakan segala impian yang menggerakkan naluri keberanian. Maka dengan ketenanganlah seseorang cenderung bisa berbuat lebih detail, terarah, lebih seimbang dan lebih dekat kepada suasana spiritual dan keterburu-buruan malah merusaknya. Benarlah ungkapan yang sering kita dengar bahwa “keterburu-buruan itu perbuatan syaitan”.
Sikap tenang bukan berarti diam dan tak berbuat apa-apa. Seperti yang terucap oleh tokoh dalam film the karate kid “Bersikap tenang dan tidak melakukan apa-apa adalah dua hal yang berbeda”. Inilah kenapa ketenangan itu dibutuhkan dalam perjuangan, karena tenang adalah suasana bertahan namun masih tetap bergerak. Sikap tenang juga akan mengundang suasana ketenangan selanjutnya yang merupakan anugerah dari sang pencipta, karena dekatnya suasana spiritual pada kondisi seperti ini. Mereka yang tenang itu karena mereka mengingat penciptanya yang maha kuasa dan mengadukan segala kelemahannya. Ketika kondisi ini muncul, maka tidak ada yang tidak mungkin bagi sang pencipta dan itulah kondisi bagi pejuang untuk kembali bersemangat meraih impiannya dengan penuh keberanian.
“Dia-lah yang telah menurunkan ketenangan ke dalam hati orang-orang mukmin supaya keimanan mereka bertambah di samping keimanan mereka (yang telah ada). (S Dia-lah yang telah menurunkan ketenangan ke dalam hati orang-orang mukmin supaya keimanan mereka bertambah di samping keimanan mereka (yang telah ada).” (QS. Al-Fath: 4)


Selasa, 19 Februari 2013

Dari Gerakan Ke Negara


Dari Gerakan Ke Negara
.   
Rencana itu terlalu halus untuk dideteksi secara dini oleh para pemimpin musyrik Quraisy.Tiba-tiba saja Makkah terasa lengang dan sunyi. Ada banyak wajah yang terasa perlahan-lahan enghilang dari lingkungan pergaulan. Tapi tidak ada berita. Tidak ada yang tahu secara pasti apa yang sedang terjadi dalam komunitas Muslim di bawah pimpinan Rasulullah SAW. Ini memang bukan rencana yang bisa dirahasiakan dalam waktu lama. Orang-orang musyrik Makkah akhirya memang mengetahui bahwa kaum Muslimin telah berhijrah ke Madinah. Tapi setelah proses hijrah hampir selesai.
Maka gemparlah penduduk Makkah. Tapi. Sebuah episode baru dalam sejarah telah dimulai: sebuah gerakan telah berkembang menjadi sebuah negara, dan sebuah negara telah bergerak menuju peradabannya; sebuah agama telah menemukan “orang-orangnya”, setelah itu mereka akan menancapkan “bangunan peradaban” mereka.
Tanah, dalam agama ini, adalah persoalan kedua. Sebab yang berpijak di atas tanah adalah manusia maka di sanalah Islam pertama kali menyemaikan dirinya; dalam ruang pikiran, ruang jiwa, dan ruang gerak manusia. Tanah hanya akan menjadi penting ketika komunitas “manusia baru” telah terbentuk dan mereka membutuhkan wilayah teritorial untuk bergerak secara kolektif, legal, dan diakui sebagai sebuah entitas politik.
Karena tanah hanya merupakan persoalan kedua maka tidaklah heran bila pilihan daerah tempat hijrah diperluas oleh rasulullah SAW. Dua kali sebelumnya, kaum Musimin, dalam jumlah yang lebih kecil, berhijrah ke Habasyah (Ethiopia), baru kemudian berhijrah keseluruhan ke Madinah. Tapi, ketika kaum Muslimin sudah berhijrah seluruhnya ke madinah, mereka yang sebelumnya telah berhijrah ke Habasyah tidak serta merta dipanggil oleh Rasulullah SAW. Mereka baru menyusul ke Madinah lima atau enam tahun kemudian.
Ketika mereka tiba di Madinah, di bawah pimpinan Ja’far bin Abi Thalib, kaum Muslimin baru saja memenangkan perang Khaibar, sebuah peperangan yang sebenarnya mirip dengan sebuah pengusiran, menyusul pengkhianatan kaum Yahudi dalam perang Khandaq. Berkaitan dengan hal ini, Rasulullah SAW bersabda, “Aku tidak tahu dengan apa aku digembirakan oleh Allah; apakah dengan kemenangan dalam perang Khaibar atau dengan kedatangan Ja’far?”
Dari Gerakan Ke Negara
Hijrah, dalam sejarah dakwah Rasulullah SAW adalah sebuah metamorfosis dari “gerakan” menjadi negara. Tiga belas tahun sebelumnya, Rasulullah SAW melakukan penetrasi sosial yang sangat sistematis, di mana Islam menjadi jalan hidup individu; di mana Islam “memanusia” dan kemudian “memasyarakat”. Sekarang, melalui hijrah, masyarakat itu bergerak linear menuju negara. Melalui hijrah, gerakan itu “menegara”, dan Madinah adalah wilayahnya.
Kalau individu membutuhkan aqidah maka negara membutuhkan perangkat sistem. Setelah komunitas Muslim menegara, dan mereka memilih Madinah sebagai wilayahnya, Allah SWT menurunkan perangkat sistem yang mereka butuhkan. Turunlah ayat-ayat hukum dan berbagai kode etik sosial, ekonomi, politik, keamanan dan lain-lain. Lengkaplah sudah susunan kandungan sebuah negara: manusia, tanah, dan sistem.
Apa yang kemudian dilakukan Rasulullah SAW sebenarnya relatif mirip dengan semua yang mungkin dilakukan para pemimpin politik yang baru mendirikan negara. Pertama, membangun infrastruktut negara dengan masjid sebagai simbol dan perangkat utamanya. Kedua, menciptakan kohesi sosial melalui proses persaudaraan antarkomunitas darah yang berbeda tapi menyatu sebagai komunitas agama, antara sebagian komunitas “Quraisy” dan “Yatsrib” menjadi komunitas “Muhajirin” dan “Anshar”. Ketiga, membuat nota kesepakatan untuk hidup bersama dengan komunitas lain yang berbeda, sebagai sebuah masyarakat pluralistik yang mendiami wilayah yang sama, melalui piagam Madinah. Keempat, merancang sistem pertahanan negara melalui konsep Jihad fi Sabilillah.
Lima tahun pertama setelah hijrah kehidupan dipenuhi oleh kerja keras Rasulullah SAW beserta para shahabat beliau untuk mempertahankan eksistensi dan kelangsungan hidup negara Madinah. Dalam kurun waktu itu, Rasulullah SAW telah melakukan lebih dari 40 kali peperangan dalam berbagai skala. Yang terbesar dari semua peperangan itu adalah perang Khandaq, di mana kaum Muslimin keluar sebagai pemenang. Setelah itu tidak ada lagi yang terjadi di sekitar Madinah karena semua peperangan sudah bersifat ekspansif. Negara Madinah membuktikan kekuatan dan kemandiriannya, eksistensinya, dan kelangsungannya. Di sini, kaum Muslimin telah membuktikan kekuatannya, setelah sebelumnya kaum Muslimin membuktikan kebenarannya.
Jadi, yang dilakukan oleh Rasulullah SAW pada tahapan ini adalah menegakkan negara. Sebagai sebuah bangunan, negara membutuhkan dua bahan dasar: manusia dan sistem. Manusialah yang akan mengisi suprastruktur. Sedangkan sistem adalah perangkat lunak, sesuatu dengan apa negara bekerja.
Islam adalah sistem itu. Oleh karena itu Islam bersifat given. Tapi, manusia adalah sesuatu yang dikelola dan dibelajarkan sedemikian rupa hingga sistem terbangun dalam dirinya, sebelum kemudian mengoperasikan negara dalam sistem tersebut. Untuk itulah Rasulullah SAW memilih manusia-manusia terbaik yang akan mengoperasikan negara itu.
Selain kedua bahan dasar negara itu, juga perlu ada bahan pendukung lainnya. Pertama, tanah. Tidak ada negara tanpa tanah. Tapi, dalam Islam, hal tersebut merupakan infrastruktur pendukung yang bersifat sekunder sebab tanah merupakan benda netral, yang akan mempunyai makna ketika benda tersebut dihuni oleh manusia dengan cara hidup tertentu. Selain berfungsi sebagai ruang hidup, tanah juga merupakan tempat Allah menitip sebagian kekayaan-Nya yang menjadi sumber daya kehidupan manusia.
Kedua, jaringan sosial. Manusia sebagai individu hanya mempunyai efektifitas ketika ia terhubung dengan individu lainnya secara fungsional dalam suatu arah yang sama.
Itulah perangkat utama yang diberikan untuk menegakkan negara; sistem, manusia, tanah, dan jaringan sosial. Apabila ke dalam unsur-unsur utama itu kita masukkan unsur ilmu pengetahuan dan unsur kepemimpinan maka keempat unsur utama tersebut akan bersinergi dan tumbuh secara lebih cepat. Walaupun, secara implisit, sebenarnya unsur ilmu pengetahuan sudah masuk ke dalam sistem dan unsur kepemimpinan sudah masuk ke dalam unsur manusia.
Itulah semua yang dilakukan oleh Rasulullah SAW selama tiga belas tahun berdakwah dan membina sahabat-sahabatnya di Makkah; menyiapkan semua perangkat yang diperlukan dalam mendirikan sebuah negara yang kuat. Hasil dakwah dan pembinaan itulah yang kemudian tumpah ruah di Madinah dan mengkristal secara sangat cepat.
Begitulah transformasi itu terjadi. Ketika gerakan dakwah menemui kematangannya, ia menjelma jadi negara; ketika semua persyaratan dari sebuah negara kuat telah terpenuhi, negara itu tegak di atas bumi, tidak peduli di belahan bumu manapun ia tegak. Proses transformasi ini memang terjadi sangat cepat dan dalam skala yang sangat besar. Tapi, proses ini sekaligus mengajari kita dua hakikat besar: pertama, tentang hakikat dan tujuan dakwah serta strategi perubahan sosial. Kedua, tentang hakikat negara dan fungsinya.
Perubahan Sosial
Tujuan dakwah adalah mengejawantahkan kehendak-kehendak Allah SWT –yang kemudian kita sebut agama, tau syariah- dalam kehidupan manusia. Syariah itu sesungguhnya merupakan sistem kehidupan yang integral, sempurna, dan universal. Karena manusia yang akan melaksanakan dan mengoperasikan sistem tersebut maka manusia harus disiapkan untuk peran itu. Secara struktural, unit terkecil yang ada dalam masyarakat manusia adalah individu. Itulah sebabnya, perubahan sosial harus dimulai dari sana; membangun ulang susunan keribadian individu, mulai dari cara berpikir hingga cara berperilaku. Setelah itu, individu-individu itu harus dihubungkan satu sama lain dalam suatu jaringan yang baru, dengan dasar ikatan kebersamaan yang baru, identitas kolektif yang baru, sistem distribusi sosial ekonomi politik yang juga baru.
Begitulah Rasulullah SAW memulai pekerjaannya. Beliau melakukan penetrasi ke dalam masyarakat Quraisy dan merekrut orang-orang terbaik di antara mereka. Menjelang hijrah ke Madinah, beliau juga merekrut orang-orang terbaik dari penduduk Yatsrib. Maka terbentuklah sebuah komunitas baru di mana Islam menjadi basis identitas mereka, aqidah menjadi dasar ikatan kebersamaan mereka, ukhuwah menjadi sistem jaringan mereka, dan keadilan menjadi prinsip dstribusi sosial-ekonomi-politik mereka. Tapi, perubahan itu bermula dari sana; dari dalam individu, dari dalam pikiran, jiwa dan raganya.
Model perubahan sosial seperti itu mempunyai landasan pada sifat natural manusia, baik sebagai individu maupun sebagai masyarakat. Perubahan mendasar akan terjadi dalam diri individu jika ada perubahan mendasar pada pola pikirnya karena pikiran adalah akar perilaku. Masyarakat juga begitu. Ia akan berubah secara mendasar jika individu-individu dalam masyarakat itu berubah dalam jumlah yang relatif memadai. Tapi, model perubahan ini selalu gradual dan bertahap. Prosesnya lebih cenderung evolusioner, tapi dampaknya selalu bersifat revolusioner. Inilah makna firman Allah SWT “Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum sampai mereka mengubah diri mereka sendiri.” (Ar-Ra’d:11)
Fungsi Negara
Dalam konsep politik Islam, syariat atau kemudian kita sebut sistem atau hukum, adalah sesuatu yang sudah ada, given. Negara adalah institusi yang diperlukan untuk menerapkan sistem tersebut. Inilah perbedaan mendasar dengan negara sekuler, di mana sistem atau hukum mereka adalah hasil dari produk kesepakatan bersama karena hal tersebut sebelumnya tidak ada.
Sebagai institusi, bentuk negara selalu berubah mengikuti perubahan-perubahan struktur sosial dan budaya masyarakat manusia. Dari bentuk negara kerajaan, parlementer, hingga presidensiil. Skala negara juga berubah mengikuti perubahan struktur kekuatan antarnegara, dari imperium besar ke negara bangsa, dan barangkali, yang sekarang jadi mimpi pemerintahan George W. Bush junior di Amerika: negara dunia atau global state. Struktur etnis dan agama dalam sebuah negara juga bisa tunggal dan majemuk.
Oleh karena itu semua merupakan variabel yang terus berubah, dinamis, dan tidak statis, maka Islam tidak membuat batasan tertentu tentang negara. Bentuk boleh berubah, tapi fungsinya tetap sama; institusi yang mewadahi penerapan syariat Allah SWT. Itulah sebabnya bentuk negara dan pemerintahan dalam sejarah Islam telah mengalami berbagai perubahan; dari sistem khilafah ke kerajaan dan sekarang berbentuk negara bangsa dengan sistem yang beragam dari monarki, presidensiil, dan parlementer. Walaupun tentu saja ada bentuk yang lebih efektif menjalankan peran dan fungsi tersebut, yaitu sistem khilafah yang sebenarnya lebih mirip dengan konsep global state. Tapi, efektifitasnya tidaklah ditentukan semata oleh bentuk dan sistem pemerintahannya, tapi terutama oleh suprastrukturnya, yaitu manusia.
Namun demikian, kita akan melakukan kesalahan besar kalau kita menyederhanakan makna negara Islam dengan membatasinya hanya dengan pelaksanaan hukum, pidana dan perdata, serta etika sosial politik lainnya. Persepsi ini yang membuat negara Islam lebih berciri moral ketimbang ciri lainnya. Yang perlu ditegaskan adalah bahwa syariat Allah itu bertujuan memberikan kebahagiaan kepada manusia secara sepurna; tujuan hidup yang jelas, yaitu ibadah untuk mendapatkan ridha Allah SWT serta rasa aman dan kesejahteraan hidup.
Hukum-hukum Islam dalam bidang pidana dan perdata sebenarnya merupakan sub-sistem. Tapi, dampak penerapan syariah tersebut pada penciptaan keamanan dan kesejahteraan hanya dapat muncul di bawah sebuah pemerintahan yang kuat. Hal itu bertumpu pada manusia. Hanya “orang kuat yang baik” yang bisa memberikan keadilan dan menciptakan kesejahteraan, bukan orang yang baik. Bagaimanapun, hanya orang kuat dan baik yang dapat menerapkan sistem Allah secara sempurna. Inilah makna hadits Rasulullah SAW “laki-laki mukmin yang kuat lebih baik dan lebih dicintai Allah daripada laki-laki mukmin yang lemah.”
Alangkah dalamnya penghayatan Umar bin Khattab tentang masalah ini ketika berdoa, “Ya Allah lindungilah kami dari orang yang bertaqwa yang lemah dan tidak bertaqwa yang lemah dan tidak berdaya, dan lindungilah kami dari orang-orang jahat yang perkasa dan tangguh.” Inilah sesungguhnya misi gerakan Islam: melahirkan orang-orang baik yang kuat atau orang-orang kuat yang baik. [Anis Matta]




dakwatuna.com - Setiap manusia pasti senang jika dirinya dipuji. Baik karena parasnya yang menawan, prestasinya yang gemilang, atau perilakunya yang dermawan. Tak ada yang marah saat pujian datang, bahkan ia akan terngiang dan membuat hati setiap orang menjadi senang. Saat berinteraksi dengan orang lain, tak terbatas pada pujian saja, kita juga harus bisa menjaga etika dan adab agar lawan bicara nyaman dengan kita. Begitu juga dengan Allah. Allah senang jika Ia dipuji. Pun etika dan adab saat berinteraksi denganNya melalui doa, harus dijaga dan diperhatikan. Jika kita bisa memenuhi adab dan etika ini, insya Allah kita akan memperoleh apa yang kita minta.
Pertama, orang-orang shalih terdahulu, sebelum berdoa biasanya melakukan sejumlah aktivitas. Mereka bersuci dan berwudhu’, shalat sunnah, dan berdoa dengan penuh ketundukan dan kesungguhan. Tidak jarang air mata mereka menitik saat lantunan doa-doa mulai dipanjatkan. Selanjutnya, mereka memuji Allah, mengagungkanNya, meng-EsakanNya, lalu memulai munajat mereka. Seperti yang dilakukan Nabiyullah Ibrahim AS saat berdoa kepada Tuhannya.
“Tuhan yang telah menciptakan aku, maka Dialah yang menunjuki aku. Dan Tuhanku, yang Dia memberi makan dan minum kepadaku. Dan apabila aku sakit, Dialah yang menyembuhkan aku. Dan yang mematikan aku, kemudian menghidupkan aku (kembali). Dan yang amat kuinginkan akan mengampuni kesalahanku pada hari kiamat” (Q.S Asy-Syu’ara:78-82)
Ibrahim memulai dengan lima pujian, dan kemudian melanjutkan dengan munajatnya.
(Ibrahim berdoa): “Ya Tuhanku, berikanlah kepadaku hikmah dan masukkanlah aku ke dalam golongan orang-orang yang saleh. Dan jadikanlah aku buah tutur yang baik bagi orang-orang yang datang kemudian. Dan jadikanlah aku termasuk orang-orang yang mempusakai surga yang penuh kenikmatan. Dan ampunilah bapakku, karena sesungguhnya ia adalah termasuk orang-orang yang sesat. Dan janganlah Engkau hinakan aku pada hari mereka dibangkitkan.” (Q.S Asy-Syu’ara: 83-87).
Maka Allah mengabulkan hajatnya.
Kedua, ciptakan suasana hati yang damai, tenang, ikhlas, tunduk, dan khusyu’ saat mengucapkan doa kepada Allah.
“…Sesungguhnya mereka adalah orang yang bersegera dalam kebaikan dan mereka berdoa kepada Kami dengan harap dan cemas. Dan mereka adalah orang-orang yang khusyu’ kepada Kami.” (Q.S Al-Anbiya: 90)
Ketiga, pintalah dengan serius dan sungguh-sungguh. Jangan berdoa seperti dengan mengucapkan “Jika Engkau berkehendak memberi maka berikanlah…”  Rasulullah dalam sabdanya, “Janganlah orang yang berdoa dalam doanya, “Ya Allah rahmatilah aku jika Engkau berkehendak…” tapi hendaklah ia benar-benar serius dalam permintaannya karena Allah tidak membenci (dalam memberi).” (HR. Bukhari Muslim)
Keempat, jangan pernah lelah memohon dan jangan putus asa meminta kepada Allah. Andai doa itu lambat dikabulkan, jangan sampai ia mempengaruhi intensitas doa kita kepada Allah. Berhusnudzan kepada Allah lebih baik karena bisa jadi Allah sedang mempersiapkan sesuatu yang lebih baik dari yang kita minta.
Kelima, jangan lupa sertakan orang lain dalam doa-doa kita selain orangtua dan keluarga kita. Orang yang mendoakan saudaranya tanpa sepengetahuan orang yang didoakannya, niscaya akan dilimpahkan kepadanya apa yang didoakannya untuk saudaranya itu.
Keenam, mulailah dengan mentauhidkan Allah sebagaimana Nabi Yunus dalam doanya:
“…maka ia menyeru dalam keadaan yang sangat gelap: “Bahwa tidak ada Tuhan selain Engkau. Maha Suci Engkau, sesungguhnya aku adalah termasuk orang-orang yang zhalim” (Q.S Al-Anbiya’: 87)
Ketujuh, rendahkan suara sampai tak didengar kecuali antara diri sendiri dan Allah.
Kedelapan, saat meminta sesuatu kepada Allah, bersikaplah dengan merendah dan tenang. Lepaskan semua ke’aku’an, lucuti semua kemampuan, serahkanlah segalanya kepada Allah. Tunduk dan luruh di hadapan Allah.
Kesembilan, ambillah posisi yang sangat baik dalam berdoa. Seperti dalam kondisi duduk, menghadap kiblat, khusyu’, tenang, menundukkan kepala.
Kesepuluh, meminta dengan berulang-ulang. Ada sebuah riwayat hadits dari Anas bin Malik yang menyebutkan, ada seorang pemuda yang meminta kepada Rasulullah untuk didoakan agar turun hujan. Lalu Rasulullah berdoa, “Ya Allah, turunkanlah hujan untuk kami…3x”. Lalu, hujan pun turun hingga satu pekan. Lalu, pada pekan berikutnya, saat Rasulullah berkhutbah pada hari Jumat, orang itu berdiri di hadapan Rasulullah. Ia mengatakan bahwa hujan yang turun hampir sepekan telah melenyapkan barang-barang mereka. Kemudian Rasulullah berdoa lagi, “Ya Allah berilah keberkahan kepada kami melalui hujan dan bukan musibah…” Tidak lama setelah itu, hujan pun berhenti dan kami berjalan di bawah sinar matahari. (H.R Bukhari dan Muslim secara ringkas)
Kesebelas, mengangkat dua tangan dan menghadap kiblat. Hal ini dilakukan Rasulullah dalam banyak peristiwa. Antara lain, perkataan Abi Musa Al Asy’ari yang meriwayatkan saat Rasulullah usai berwudhu dan berdoa, Rasul mengangkat tangan hingga terlihat putih ketiaknya. (HR. Bukhari dan Muslim)
Begitulah para sahabat dan orang-orang shalih terdahulu menjaga interaksinya dengan TuhanNya. Selayaknya, merekalah teladan bagi kita. Sudahkah kita menjaga adab dan etika terhadapNya? Selamat mengamalkan…. Semoga bermanfaat…
Tika Mindari

Tentang Tika Mindari

Mahasiswi S1 Pendidikan Matematika Universitas Negeri Medan. Aktif sebagai Staf Kaderisasi di KAMMI,


Sumber: http://www.dakwatuna.com/2013/02/27887/memujilah-sebelum-meminta/#ixzz2LOgKVNai

Sakitkah Jiwa Anda?


Sakitkah Jiwa Anda?

Membaca judul di atas, kening Anda mungkin langsung berkerut, bergidik sambil mengelus dada, “Sakit jiwa? Idih, amit-amit!”
Apa sih “sakit jiwa” itu? Apakah istilah itu hanya layak dilekatkan pada orang “hilang ingatan”, yang suka tertawa atau bicara sendirian sambil berkeliaran di jalan-jalan ? Eits, jangan salah! Perlu Anda ketahui, ketika Anda sering mengeluh tentang hal-hal yang sepele saja, sebenarnya itu adalah salah satu gejala “jiwa yang sakit”.
Di dalam tubuh yang sehat terdapat jiwa yang kuat?

Kita semua tentu pernah merasakan sakit fisik, baik yang kelas ringan maupun kelas berat. Bagaimana kita menyikapi sakit tersebut, itu adalah cerminan dari kesehatan jiwa kita. Jika baru meriang sedikit saja kita sudah mengeluh ke sana-kemari seperti sedang sakit parah, maka ada yang tidak beres dengan jiwa kita.
Syekh Ahmad Yasin adalah seorang tokoh pemimpin rakyat Palestina melawan penjajah Zionis Israel. Dia adalah seorang tua renta yang lumpuh, sehingga ke mana-mana harus selalu dengan kursi roda. Subhanallah, dengan keterbatasan fisik yang sedemikian parah, dia masih sanggup memimpin rakyat Palestina berjihad, bahkan menjadi tokoh yang paling ditakuti musuh.
Satu bukti nyata, kekuatan jiwa mampu mengalahkan kelemahan fisik! Tak dapat disangkal lagi, kesehatan jiwa sesungguhnya jauh lebih penting ketimbang kesehatan fisik. Fisik kita boleh sakit, tapi jangan sampai jiwa kita sakit! Kisah nyata Syekh Ahmad Yasin juga mematahkan semboyan “Di dalam tubuh yang sehat terdapat jiwa yang kuat”.
Jiwa Sehat vs “Jiwa Sakit”
Jiwa yang sehat dan kuat hanya kita dapat jika kita dekat dengan Allah. Ini terkait erat dengan dua hal yang memengaruhi jiwa manusia, yakni nafsu dan ruh.
Setiap manusia memiliki fitrah untuk menjadi baik, sehingga lahirlah ketakwaan kepada Allah. Pada dasarnya, fitrah untuk menjadi baik itulah yang mendominasi jiwa kita. Namun dalam perjalanan kehidupan, kita kerap dibenturkan oleh berbagai hal yang membuat kita jauh dari fitrah kebaikan. Tak heran jika kita mendapati saudara-saudara kita atau mungkin diri kita sendiri kerap berbuat kemaksiatan.
Jika fitrah seorang manusia adalah baik, lantas salah siapa jika dia sampai berbuat jahat? Sesungguhnya, Allah selalu menghadapkan kita pada dua persimpangan jalan, yakni jalan kebaikan dan jalan kejahatan (QS. As-Syams:7-10). Saat kita berbuat dosa, fitrah kita tengah terjebak oleh benda bernama nafsu, sehingga jalan kejahatanlah yang kita pilih.
Jiwa Manusia
Untuk kembali kepada fitrah sebagai manusia yang baik, kita perlu melakukan berbagai upaya penyucian jiwa. Sebelumnya, pahami dulu keadaan jiwa kita.
Secara garis besar, ada tiga keadaan jiwa manusia:
  1. Keadaan jiwa yang dapat mengendalikan hawa nafsu.
    Ruh lebih kuat daripada nafsu. Orang yang keadaan jiwanya seperti ini, orientasi hidupnya adalah zikir kepada Allah swt. Maka ia akan selalu terdorong untuk berbuat yang baik-baik saja. Hasilnya: jiwa yang tenang (nafsun muthmainnah). Ingin menjadi orang yang seperti ini? Rajin-rajinlah menyantap “makanan ruh”: tilawah, sholat, zikir, berucap kata-kata yang baik (thoyyib).
  2. Keadaan jiwa yang hanya menjaga keseimbangan antara ruh dan nafsu.
    Orang yang keadaan jiwanya seperti ini, orientasinya hanya kepada akal/logika. Ia kerap merasa ragu antara menjaga kesholehan diri dengan berbuat kemaksiatan. Ia bisa mengendalikan nafsunya hanya di saat-saat tertentu saja. Hasilnya: nafsul lawwamah (jiwa yang selalu menyesali diri). Menurut Rasulullah saw, perumpamaan orang semacam ini adalah ibarat domba yang tersesat di antara dua ekor kambing. Ia adalah “golongan tengah” yang bisa juga disebut orang munafik.
    “Dan aku bersumpah demi jiwa yang selalu menyesali (dirinya sendiri)” (QS. Al-Qiyamah [75]: 2)
  3. Keadaan jiwa yang tidak dapat mengendalikan nafsu.
    Nafsunya lebih kuat daripada ruhnya. Orientasinya hanya syahwat belaka, keinginan bersenang-senang saja. Ia adalah orang yang selalu terjebak dalam nafsul ammarah. Ia yang selalu terpedaya oleh tipu daya setan, bahwa surga itu dikelilingi oleh hal-hal yang tak disukai manusia, dan sebaliknya neraka dikelilingi hal-hal yang disukai manusia. Naudzubillah min dzalik.
Termasuk jiwa yang manakah Anda? Mari sucikan jiwa kita, agar selalu terjaga dan menjadi nafsun muthmainnah (jiwa yang tenang).
“Wahai jiwa yang tenang! Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang ridha dan diridhai-Nya. Maka masuklah ke dalam golongan hamba-hamba-Ku. Dan masuklah ke dalam surga-Ku.” (QS. Al Fajr [89]:27-30)
Wallahua’lam bisshowwab.
Oleh: Elka Ferani

Senin, 18 Februari 2013

Panduan Pelaksanaan Dauroh Ijtima’i 1 Manhaj 1427 H



Panduan Pelaksanaan Dauroh Ijtima’i 1
Manhaj 1427 H

1.    Output
Terbangunnya Sensitivitas Sosial Kader

2.    Materi dan Metode
No
Materi
Fokus Materi
Metode Pembelajaran
1
Da’wah Syabi’ah
n  Urgensi, Prinsip & langkah-langkah da’wah Syabi’ah
Ceramah dan diskusi
2
Analisis Realitas Masyarakat
n  Aspek Ekonomi, Sosial, Budaya, Kesehatan, Pendidikan, dan Agama
Observasi dan Diskusi
3
Perilaku Masyarakat & lingkungan sosial
n  Mengetahui teori-teori dan bentuk-bentuk perilaku masy. & memahami metode pendekatan
Ceramah, Observasi dan Diskusi
4
Metode pendekatan kepada Masyarakat
n  Bentuk-bentuk pendekatan pd Masy.Mapping kebutuhan dan strategi mendekati masy.
Ceramah dan Simulasi
5
Mengenal Organisasi Volunteer
n  Definisi Volunteer
n  Ciri-ciri Organisasi Volunteer
n  Produk Organisasi Volunteer: Ide dan jaringan
Ceramah


Panduan Pelaksanaan Dauroh Qur’an
Manhaj 1427 H

1.    Tujuan Umum
AB 1 paham bahwa fikroh KAMMI adalah Al Qur’an.

2.    Tujuan Khusus
·         AB 1 memiliki motivasi tinggi untuk gemar bertilawah (bersemangat untuk bisa).
·         AB 1 memiliki motivasi untuk menjadikan AL Qur’an sebagai kekayaan hati, sehingga rajin menghafal sesuai kemampuan.
·         AB 1 termotivasi untuk selalu AL Qur’an mainded dalam segala amalan.
3.    SUSUNAN ACARA
·         Daftar ulang
·         Pembukaan  (Basmalah, tilawah, sambutan ketua panitia, ketua komsat, ketua Departemen Kaderisasi KAMMDA/ Ketua KAMMDA Semarang, hamdalah)
·         Materi I “Mengenal Lebih Jauh tentang Qur’an”
·         Istirahat
·         Materi II “Akhlaq terhadap Qur’an”
·         Istirahat (Sholat Dzuhur, makan)
·         Materi III “Ilmu Tafsir”
·         Istirahat (Sholat Ashar)
·         Materi III - lanjutan “Ilmu Tafsir”
·         Istirahat (Sholat Maghrib, makan, tilawah, sholat Isya’)
·         Tasmi’ Qur’an
·         Istirahat (Tidur, Qiyamul lail, Sholat Shubuh, Tilawah, dzikir )
·         Materi IV “Menghapal Qur’an”
·         MCK, Sholat Dhuha
·         Materi V “Membaca Qur’an dengan Benar”
·         Penutupan (Basmalah,tilawah, sambutan-sambutan, kesan-pesan, do’a, hamdalah dan kafaratul majelis)

2.    WAKTU
Di tengah berlangsungnya Madrasah KAMMI. Kurang lebih tiga atau empat bulan setelah berjalannya Madrasah Kammi. Berdasarkan asumsi bahwa Madrasah KAMMI berjalan dengan baik.  Sehingga timbul kebutuhan untuk mengenal Al Qur’an lebih jauh lagi.

3.    PENANGGUNG JAWAB
Departemen Kaderisasi Komisariat, atau gabungan komisariat.

4.    Materi
·         Mengenal Lebih Jauh tentang Qur’an
·         Akhlaq terhadap Qur’an
·         Ilmu Tafsir
·         Tasmi’ Qur’an
·         Menghapal Qur’an
Membaca Qur’an dengan Benar

Copyright @ 2013 KAMMI AL-QASSAM LLG.